GI-Media.com|Surabaya – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau para pejabat tak gunakan salam pembuka semua agama saat membuka pidato. Menurutnya, salam ini justru bukan lah wujud toleransi.
“Kalau menggunakan salam campuran, itu mencampuradukkan agama, jadi pluralisme agama itu tidak boleh. Saya terangkan di dalam tausyiah agama, itu tidak boleh. Karena agama itu eksklusif, karena keyakinan itu adalah sistem, agama itu sistem keyakinan dan agama punya sistem ibadah sendiri-sendiri,” papar Kiai Somad kepada detikcom di Surabaya, Minggu (10/11/2019).
Imbauan ini, lanjut Kiai Somad justru merupakan wujud toleransi dan kerukunan antaragama.
“Saya sarankan pejabat yang Muslim menggunakan salam secara Islam. Begitu juga agama lain. Itu justru kerukunan. Tidak mencampurkan kehendak agama tertentu untuk dicampuradukkan. Ibadah ndak bisa dicampur aduk, jangan salah kaprah mengadakan doa bersama, semua doa diamini oleh semua agama, itu rusak nanti keyakinan agama,” lanjutnya.
Selain itu, Kiai Somad juga mencontohkan wujud pluralisme dan kerukunan bisa dilakukan dengan hal lain Bukan menggunakan salam dengan berbagai agama.
Sebelumnya, imbauan ini terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori pada Jumat (8/11). Dalam surat ini, ada delapan pokok pikiran yang tertuang dalam imbauan tersebut. Imbauan tersebut meminta para umat Muslim membaca salam sesuai dengan agamanya, dan tidak mencampuradukkan untuk menghindari perbuatan syubhat.
Discussion about this post