GI News – Tepat pada hari Konstitusi Nasional, 18 Agustus, Setara Institute mengeluarkan sejumlah penilaian terkait kinerja Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya perlu ada lembaga yang melakukan pengawasan secara independen pada MK.
Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, selama ini MK bekerja tanpa ada supervisi dari lembaga yang mengawasi. Karena itu butuh eksternal komite.
“Itu jauh lebih memungkinkan independensi dalam konteks pengawasan. Tapi tampaknya DPR tidak berani melangkah ke sini,” kata Ismail di kantornya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (18/8).
Menurut Ismail, bukan berarti tidak pernah ada usaha untuk membentuk lembaga yang bertugas mengawasi MK. Sebab, setelah ditangkapnya Ketua MK Akil Mochtar pada 2013 lalu, tugas pengawasan itu sempat jatuh ke tangan Komisi Yudisial (KY) dan kemudian dibatalkan oleh MK.
Bahkan, pada masa pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat membuat Perpu yang menunjuk KY sebagai lembaga pengawas MK. Namun, aturan itu kembali dibatalkan oleh MK.
Kewenangan MK memang sudah seharusnya luas dan besar. Namun, tetap dibutuhkan supervisi untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan wewenang.
“Kami dukung MK punya kewenangan yang kuat di dalam menafsirkan dan mengatakan konstitusi normal. Tapi terkait dengan perilaku, setiap orang itu kan punya potensi penyalahgunaan,” tegasnya.
Discussion about this post