Gi-media.com Jakarta, 13 September 2025 — Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa dalam empat hari kerja, tepatnya pada periode 8–11 September 2025, modal asing keluar bersih dari pasar keuangan domestik Indonesia senilai Rp14,24 triliun. Informasi ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso.
Rincian Pergerakan Modal Asing
Denny menjelaskan bahwa jumlah Rp14,24 triliun modal asing yang keluar berasal dari tiga sektor utama:
Pasar saham: Rp2,22 triliun
Surat Berharga Negara (SBN): Rp5,45 triliun
Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI): Rp6,57 triliun
Tren Sejak Awal Tahun dan Komparasi Jangka Panjang
Jika dilihat dari periode awal tahun hingga 11 September 2025:
Modal asing keluar bersih di pasar saham: Rp54,33 triliun
Modal asing keluar bersih di SRBI: Rp117,72 triliun
Sebaliknya, di pasar SBN terjadi masuknya modal asing bersih sebesar Rp58,94 triliun
Indikator Risiko
Seiring dengan pergerakan modal tersebut, BI juga memantau premi risiko investasi Indonesia, khususnya credit default swaps (CDS) untuk tenor lima tahun. Angka CDS ini menunjukkan sedikit penurunan, yakni dari 69,55 basis poin (bps) per 4 September 2025 menjadi 69,04 bps per 11 September 2025.
Respons dan Kebijakan Pemerintah
Bank Indonesia menyatakan bahwa mereka terus melakukan koordinasi dengan pemerintah serta otoritas terkait. Tujuannya adalah memperkuat strategi kebijakan yang mendukung ketahanan eksternal ekonomi, termasuk optimalisasi bauran kebijakan.
Analisis & Implikasi
Agar publik mendapat gambaran penuh, berikut beberapa poin penting terkait keluarnya modal asing dan dampaknya:
1. Mengapa Modal Asing Keluar?
Keluar modal asing (“capital outflow”) bisa terjadi karena berbagai faktor, antara lain:
Persepsi risiko meningkat, baik dari dalam maupun luar negeri. Contohnya: ketidakpastian politik, kondisi ekonomi global, atau perubahan kebijakan moneter di negara maju.
Tingkat suku bunga luar negeri yang lebih menarik, sehingga investor memilih alokasi ke instrumen keuangan asing.
Kekhawatiran terhadap stabilitas mata uang, inflasi, atau defisit transaksi berjalan juga dapat memicu keluar modal.
2. Dampak terhadap Pasar Keuangan dan Ekonomi Domestik
Beberapa dampak yang mungkin timbul:
Nilai tukar Rupiah bisa mengalami tekanan jika permintaan mata uang asing meningkat.
Tingkat bunga pinjaman bisa naik, karena investor luar mengurangi pembelian obligasi atau surat utang domestik, sehingga pemerintah atau pelaku usaha harus menawarkan yield yang lebih tinggi agar menarik.
Likuiditas keuangan dalam negeri dapat terganggu, khususnya dalam instrumen seperti SRBI dan pasar saham.
Persepsi terhadap risiko investasi (reflected dalam CDS) walaupun sedikit membaik, tetap harus diperhatikan sebagai indikator sentimen investor.
3. Strategi yang Perlu Diperkuat
Untuk menghadapi kondisi ini secara efektif, berikut beberapa strategi yang dapat diambil:
Kebijakan moneter yang fleksibel, menjaga suku bunga agar tetap kompetitif namun tidak memicu inflasi tinggi.
Penguatan fundamental ekonomi, seperti menjaga neraca pembayaran, defisit transaksi berjalan, dan memperbaiki iklim investasi.
Komunikasi kebijakan yang jelas dan transparan agar pelaku pasar tidak terkejut oleh keputusan-keputusan mendadak, yang bisa memperburuk kefluktuan modal.
Diversifikasi instrumen investasi domestik agar tidak terlalu bergantung pada aliran modal asing.
Kesimpulan
Keluarnya modal asing sebesar Rp14,24 triliun dalam empat hari merupakan sinyal bahwa pelaku pasar luar negeri tengah melakukan penyesuaian portofolio mereka terhadap kondisi terkini. Meskipun jumlah yang keluar relatif besar dalam waktu singkat, pasar SBN yang mencatat masuk modal bersih menunjukkan masih adanya kepercayaan terhadap instrumen utang pemerintah.
Untuk menjaga stabilitas ekonomi, BI dan pemerintahan memiliki peran penting dalam menjaga agar kebijakan tetap responsif terhadap tekanan eksternal dan internal, memperkuat kepercayaan investor, serta mengelola risiko-risiko yang mungkin timbul.
Discussion about this post