Banda Aceh – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengkritisi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) yang masih timpang. Dia menyebut, sebagian besar APBA di Aceh habis untuk belanja pegawai, dan hanya menyisakan sedikit untuk pembangunan masyarakat.
Tito menyebut, hal itu menjadi salah satu penyebab Tanah Rencong masih miskin meski jumlah anggarannya lima besar tertinggi di Indonesia.
Tebingpos.com, Banda Aceh|Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) yang masih timpang menjadi penyebab tanah rencong masih miskin, meski jumlah anggarannya lima besar tertinggi di Indonesia. Sebagian besar APBA di Aceh habis untuk belanja pegawai dan hanya menyisakan sedikit untuk masyarakat, ini dikatakan oleh Mentri Dalam Negri (Mendagri) Tito Karnavia.
“Dari total APBA 16 triliun, itu belanja pegawai hampir 60-70 persen untuk gaji pegawai dan tunjangan kinerjanya, ditambah lagi belanja barang jasa. Belanja barang jasa itulah operasional untuk pegawai lagi beli peralatan untuk pegawai, sementara yang untuk belanja modal pembangunan masyarakat itu 20 persen,” kata Tito saat memberi pengarahan ke kepala daerah di Aceh, Kamis (22/12/2022), dilansir dari Detiksumut.
Di sebutka Tito, Aceh memiliki dana besar serta telah menerima otonomi khusus (otsus) sejak 2008 dengan total sekitar Rp 95 Terliun. Dan iapun menjelaskan harusnya belanja pegawai, administrasi dan lainnya itu lebih kecil dibanding dana belanja modal untuk kepentingan masyarakat.
“Anggaran (Aceh) nomor 5 terbesar di Indonesia dengan penduduk hanya 5 juta harusnya bisa memberikan impact,” jelasnya.
Menurutnya, permasalah Aceh masih miskin meski dana melimpah adalah kesalahan manajemen yang harus diselesaikan. Dia meminta uang Aceh tidak berhenti di tingkat elite pejabat saja.
“Komposisi belanjanya sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai barang jasa, yang untuk rakyatnya 20 persen-25 persen belanja modal. Itu mungkin kalau itu turun semua kalau seandainya terpotong lagi, waduh. Ini harus ada perbaikan,” jelas Tito kepada wartawan.
Dia meminta penjabat kepala daerah di Aceh untuk memperbaiki permasalahan tersebut. Para kepala daerah disebut tidak ada hambatan politik.
“Di 2023 kesempatan emas mengubah manajemen ini berpikir sebagian besar anggarannya untuk rakyat dan bisa mengembangkan potensi yang bisa mendatangkan PAD,” ujarnya.
Permasalahan lain yang dihadapi Aceh, kata Tito, anggarannya masih bergantung pada transfer pusat. Pendapatan dari PAD disebut kecil.
“Artinya apa belum kreatif, belum ada terobosan kreatif,” beber Tito.
(Ris)
Discussion about this post